Orang Tidak Bahagia Sering Bandingkan Diri dengan 7 Cara Tidak Sehat Ini

AIOTrade App AIOTrade App

AIOTRADE

Trading Autopilot menggunakan teknologi Artificial Intelligence (AI) yang membantu Anda melakukan trading di market spot (Bukan Future) secara otomatis di Binance & Bitget dengan cepat, mudah, dan efisien.

Binance Bitget

Mengapa Trading Crypto Menggunakan Aio Trade?

Aio Trade cocok digunakan untuk semua kalangan, baik Trader Pemula, Profesional, maupun Investor.

24/7 Trading

Aio Trade bekerja sepanjang waktu tanpa henti.

Cepat & Efisien

Menganalisa kondisi pasar secara otomatis.

Strategi AI

Menggunakan AI untuk strategi profit maksimal.

Fitur Timeframe

Memantau harga sesuai timeframe pilihan.

Manajemen Risiko

Mengelola modal otomatis untuk minim risiko.

Averaging & Grid

Teknik Averaging & Grid dioptimalkan AI.

Featured Image

Mengapa Kebahagiaan Sulit Diraih dan Cara Mengatasinya

Kebahagiaan sering kali dianggap sebagai sesuatu yang sederhana, namun tidak semua orang mampu merasakannya. Dalam psikologi, ada banyak faktor yang memengaruhi kemampuan seseorang untuk merasa puas dengan hidupnya. Mulai dari pola pikir, pengalaman masa lalu, hingga cara mereka memandang dunia. Salah satu kebiasaan yang paling merusak adalah social comparison atau kecenderungan membandingkan diri dengan orang lain.

Membandingkan diri sebenarnya wajar, karena manusia hidup dalam kelompok sosial. Namun, jika dilakukan secara berlebihan dan dengan cara yang tidak sehat, hal ini justru menggerogoti rasa syukur, meruntuhkan harga diri, dan membuat seseorang semakin jauh dari kebahagiaan. Berikut beberapa cara tidak sehat yang sering dilakukan oleh orang-orang yang sulit merasa bahagia, menurut pandangan psikologi:

  • Merasa tertinggal saat melihat orang lain sukses
    Jika teman sebaya sudah naik jabatan, membuka usaha sukses, atau meraih penghargaan tertentu, mereka langsung merasa tertinggal. Alih-alih menjadikannya motivasi, perbandingan ini justru menumbuhkan rasa iri, cemas, dan minder. Dalam psikologi, fenomena ini disebut upward social comparison, yakni membandingkan diri dengan orang yang dianggap u201clebih baiku201d, yang sering kali berakhir dengan rasa tidak puas.

  • Mengukur kebahagiaan dari kehidupan cinta orang lain
    Media sosial kerap menjadi panggung di mana orang menampilkan momen indah dengan pasangan. Bagi mereka yang sulit bahagia, melihat unggahan romantis justru menjadi pemicu rasa sedih. Mereka merasa cinta dalam hidupnya kurang sempurna, atau bahkan bertanya-tanya, u201cMengapa aku belum punya pasangan?u201d Membandingkan kualitas hubungan pribadi dengan potret orang lain hanya menambah tekanan emosional, sebab apa yang terlihat di luar belum tentu menggambarkan kenyataan.

  • Membandingkan penampilan fisik dengan selebritas atau influencer
    Orang yang tidak bahagia sering terjebak dalam pola pikir perfeksionis, merasa tidak cukup menarik jika dibandingkan dengan selebritas atau influencer. Menurut psikologi, perbandingan fisik semacam ini dapat memicu body dissatisfaction (ketidakpuasan tubuh), yang menjadi salah satu faktor risiko depresi, gangguan makan, dan rendahnya harga diri.

  • Membandingkan kondisi finansial dengan lingkungan
    Ada pepatah: u201cRumput tetangga selalu tampak lebih hijau.u201d Orang yang sulit merasa bahagia biasanya terjebak dalam perbandingan soal harta dan gaya hidup. Ketika melihat teman membeli rumah baru, liburan ke luar negeri, atau sekadar sering makan di restoran mewah, mereka langsung merasa miskin dan gagal. Padahal, dalam psikologi positif, kebahagiaan lebih banyak ditentukan oleh rasa syukur dan keseimbangan hidup, bukan angka di rekening.

  • Terjebak dalam persaingan kehidupan sosial
    Sebagian orang mengukur keberhasilan dari seberapa luas lingkaran sosial mereka. Jika melihat orang lain lebih populer, punya banyak teman, atau selalu diajak ke acara tertentu, mereka merasa tersisih. Kebiasaan membandingkan status sosial ini sering memunculkan rasa kesepian yang justru semakin memperparah ketidakbahagiaan.

  • Merasa tertinggal karena membandingkan garis waktu kehidupan
    Misalnya, ketika orang lain menikah di usia 25, punya anak di usia 28, atau meraih kesuksesan di usia muda, mereka merasa diri tertinggal jauh. Padahal, setiap orang punya jalur hidup yang berbeda, dan waktu bukanlah tolok ukur universal. Membandingkan garis waktu kehidupan hanya membuat seseorang semakin kehilangan arah dan menekan diri sendiri tanpa alasan.

  • Mengabaikan pencapaian pribadi karena fokus pada orang lain
    Ironisnya, orang yang sering membandingkan diri biasanya gagal menghargai pencapaian mereka sendiri. Fokus mereka hanya tertuju pada apa yang dimiliki orang lain, sehingga keberhasilan kecil dalam hidup terasa tidak berarti. Menurut psikologi, kurangnya self-appreciation membuat seseorang sulit merasakan kebahagiaan jangka panjang, karena kepuasan diri selalu ditentukan dari luar, bukan dari dalam.

Psikologi mengajarkan pentingnya self-compassion (kasih sayang terhadap diri sendiri), gratitude (rasa syukur), dan growth mindset (pola pikir berkembang) agar kita lebih fokus pada perjalanan pribadi daripada hidup orang lain. Pada akhirnya, kebahagiaan bukanlah tentang siapa yang paling cepat, paling kaya, atau paling populer, melainkan tentang siapa yang bisa menerima dirinya apa adanya sambil terus bertumbuh.