
Kebiasaan Kecil yang Bisa Mempengaruhi Kesehatan Mental
Apakah kamu pernah merasa lelah, tidak termotivasi, atau suasana hati terasa hambar meskipun tidak ada masalah besar dalam hidupmu? Banyak orang mengira bahwa kesehatan mental hanya dipengaruhi oleh peristiwa besar seperti putus cinta atau kehilangan pekerjaan. Namun, kenyataannya justru kebiasaan sehari-hari yang sering kali memiliki pengaruh besar terhadap kondisi mental kita.
Dalam salah satu video dari kanal psikologi populer, dijelaskan bahwa rutinitas sederhana yang tampak sepele bisa mengikis energi dan menurunkan semangat. Dengan mengenali kebiasaan ini sejak dini, kita bisa mulai mengubah pola hidup untuk memperbaiki kesehatan mental secara bertahap.
Berikut adalah 8 kebiasaan kecil yang bisa memengaruhi kesehatan mental dan cara mengatasinya:
1. Melewatkan "Emotional Check-in"
Kapan terakhir kali kamu benar-benar bertanya pada diri sendiri, u201cApa yang sebenarnya aku rasakan sekarang?u201d Bukan sekadar u201cbaiku201d atau u201cbiasa sajau201d, tetapi perasaan yang lebih dalam. Mengabaikan emosi justru membuatnya menumpuk dan berisiko memicu kecemasan atau burnout.
Coba mulai dengan menulis jurnal setiap hari atau menggunakan aplikasi untuk mencatat perasaan. Jika memungkinkan, lakukan kegiatan ini bersama orang yang kamu percaya. Kesadaran emosional bukan hanya baik untuk diri sendiri, tetapi juga memperkuat hubungan dengan orang lain.
2. Doomscrolling di Pagi Hari
Banyak dari kita langsung meraih ponsel begitu bangun tidur. Namun, membaca berita negatif atau membandingkan diri dengan kehidupan orang lain di media sosial bisa memenuhi otak dengan stres sebelum hari dimulai.
Alih-alih scroll media sosial, mulailah pagi dengan cara lebih tenang: dengarkan musik, lakukan peregangan ringan, atau sekadar duduk dalam hening. Rutinitas ini bisa membantu menjaga energi mental sepanjang hari.
3. Selalu Bilang u201cAku Baik-Baik Sajau201d Padahal Tidak
Menyembunyikan emosi mungkin terasa lebih mudah daripada membuka diri, tetapi menahan perasaan justru berbahaya. Penelitian menunjukkan bahwa menahan emosi dapat meningkatkan detak jantung dan memicu gejala depresi di kemudian hari.
Jujur pada diri sendiri adalah bentuk penyembuhan. Ingat, mengakui rasa sedih, kecewa, atau marah bukan tanda kelemahan, melainkan langkah menuju kesehatan mental yang lebih baik.
4. Makan Tanpa Sadar (Mindless Eating)
Makan tanpa benar-benar menikmati makanan membuat kita kehilangan momen. Ada istilah Jepang u201cIchi-go ichi-eu201d yang berarti u201csekali seumur hidup, satu maknau201d. Artinya, setiap momen seharusnya dirasakan sepenuhnya, termasuk saat makan.
Penelitian menunjukkan bahwa makan dengan penuh kesadaran dapat meningkatkan kesehatan mental. Nikmatilah setiap suapan seolah itu adalah pengalaman baru, bukan sekadar rutinitas.
5. Selalu Mengiyakan Meski Ingin Menolak
Banyak orang merasa tidak enak untuk menolak permintaan orang lain. Padahal, kebiasaan people-pleasing bisa mengorbankan ketenangan batin sendiri. Akhirnya, kamu merasa kelelahan, bersalah, dan kehilangan koneksi dengan kebutuhan pribadi.
Mengatakan u201ctidaku201d bukan berarti egois, melainkan bentuk penghormatan terhadap dirimu sendiri.
6. Membiarkan Tugas Kecil Menumpuk
Tugas kecil yang terus ditunda tidak benar-benar hilang. Otak kita menyimpannya sebagai u201cpekerjaan tertundau201d, dan hal ini menimbulkan beban mental yang disebut Efek Zeigarnik. Semakin banyak tugas yang tertunda, semakin besar rasa cemas yang muncul.
Gunakan aturan 2 menit: jika tugas bisa diselesaikan dalam waktu kurang dari 2 menit, lakukan sekarang juga. Tugas kecil yang cepat diselesaikan bisa memberikan rasa lega yang besar.
7. Terlalu Sering Membandingkan Diri di Media Sosial
Walau tahu bahwa media sosial hanyalah potongan kehidupan yang sudah dikurasi, kita tetap bisa merasa tertinggal. Perasaan iri, rendah diri, dan tidak cukup baik adalah dampak umum dari kebiasaan ini.
Untuk mengatasinya, lakukan detoks media sosial secara berkala. Kurasi akun yang kamu ikuti, pilih konten yang memberi inspirasi, bukan tekanan. Buat ruang digitalmu menjadi tempat yang sehat, positif, dan realistis.
8. Memaksa Diri Selalu Positif
Bersyukur itu penting, tetapi memaksakan diri untuk selalu terlihat bahagia justru bisa menjadi toxic positivity. Kamu tetap manusia, wajar merasa sedih, marah, atau kecewa. Perasaan negatif tidak perlu disangkal karena justru melalui kejujuran itulah proses penyembuhan terjadi.
Kamu bisa bersyukur sekaligus terluka pada saat yang sama, dan itu normal. Jangan paksa dirimu tersenyum ketika sebenarnya ingin menangis.
Penutup
Kesehatan mental adalah perjalanan jangka panjang. Jika merasa kewalahan, jangan ragu untuk mencari bantuan profesional. Terapi, baik tatap muka maupun online, dapat membantu menemukan pola dan memberi solusi yang sesuai dengan kebutuhanmu.
Kesehatan mental bukan tentang selalu bahagia, melainkan tentang mampu menghadapi hidup dengan lebih seimbang. Dengan menyadari kebiasaan-kebiasaan kecil ini, kamu bisa lebih waspada, lebih mencintai diri sendiri, dan lebih siap menjalani hari dengan pikiran yang sehat.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!