
Pengertian ADHD
ADHD, atau Attention Deficit Hyperactivity Disorder, merupakan gangguan perkembangan saraf yang ditandai oleh kesulitan memusatkan perhatian, perilaku impulsif, serta tingkat aktivitas fisik yang berlebihan. Kondisi ini dapat memengaruhi prestasi belajar dan mengganggu hubungan sosial penderitanya. ADHD bukan sekadar masalah kurang fokus, melainkan gangguan yang memengaruhi cara otak mengatur perhatian dan perilaku. Kondisi ini biasanya dipicu oleh perpaduan faktor keturunan dan gangguan pada fungsi otak, yang berperan dalam mengatur fokus, perilaku, serta kemampuan mengendalikan dorongan impulsif.
Gejala Awal dan Penyebab ADHD
Kondisi ini biasanya mulai terlihat sejak masa kanak-kanak dan dapat berlanjut hingga dewasa. Gejala ADHD sering kali dianggap hanya sebagai tanda anak yang aktif atau susah diatur, sehingga kondisi ini kerap terlambat dikenali maupun ditangani dengan tepat.
Hingga kini, para ahli belum dapat memastikan penyebab ADHD secara pasti. Namun, gangguan mental ini diyakini berkaitan dengan ketidakseimbangan neurotransmitter atau senyawa kimia di otak. Faktor penyebab seperti genetik menjadi salah satu penyebab utama terjadinya ADHD. Selain itu, kondisi ini cenderung menurun dalam keluarga. Pada banyak situasi, para ahli meyakini bahwa faktor genetik dari salah satu atau kedua orang tua berperan besar dalam munculnya gangguan ini.
Faktor penyebab lainnya adalah perbedaan struktur otak. Penelitian dengan pemindaian otak menemukan adanya perbedaan struktur dan fungsi otak pada penderita ADHD dibandingkan dengan orang tanpa kondisi tersebut. Beberapa area otak terlihat lebih kecil atau justru lebih besar, serta diduga terjadi ketidakseimbangan kadar neurotransmitter. Selain itu, ada kemungkinan bahwa bahan kimia otak tersebut tidak bekerja secara optimal.
Selain itu, faktor penyebab yang terakhir adalah paparan zat kimia selama masa kehamilan. Para ahli menduga adanya kaitan antara ADHD dengan paparan bahan kimia beracun, seperti timbal dan pestisida tertentu. Penelitian menunjukkan bahwa paparan bahan kimia seperti timbal dapat memengaruhi kemampuan belajar anak. Sementara itu, pestisida yang umumnya digunakan dalam pertanian juga diduga berhubungan dengan gangguan saraf anak.
Jenis-Jenis Gejala ADHD
ADHD ditandai dengan gangguan dalam memfokuskan perhatian, disertai perilaku hiperaktif serta cenderung impulsif. Anak yang mengalami ADHD biasanya menunjukkan dua tipe gejala. Tipe pertama adalah gejala sulit fokus, seperti kurang fokus dalam mengerjakan sesuatu, perhatiannya mudah teralihkan, kurang memperhatikan saat diberi penjelasan, ceroboh dan tidak memperhatikan detail-detail kecil.
Gejala ADHD pada anak yang kedua lebih mengarah pada tindakan hiperaktif dan impulsif. Biasanya gejala yang terlihat yaitu sulit duduk dengan tenang, kebiasaan menggerakkan tangan atau kaki ketika duduk, banyak berbicara, terkadang memotong pembicaraan orang lain dan sering mengganggu aktivitas orang lain. ADHD bisa juga terjadi pada orang dewasa dan gejalanya tidak jauh berbeda dari yang terjadi pada anak-anak. Umumnya, gejala yang terlihat adalah melakukan suatu tindakan tanpa pikir panjang, sulit mengatur waktu, sering terlambat, sulit menentukan prioritas, mudah terdistraksi dan sering menunda-nunda pekerjaan.
Upaya Penanganan Terhadap Kondisi ADHD
Tujuan utama pengobatan ADHD adalah mengurangi gejala sekaligus meningkatkan kualitas hidup penderita. Biasanya metode yang dilakukan untuk menangani kondisi ini dengan menggunakan obat-obatan atau terapi. Pemberian obat-obatan pada penderita ADHD umumnya ditujukan untuk meningkatkan kadar dopamin dan norepinefrin dalam tubuh. Jenis obat yang bisa diresepkan dokter meliputi obat stimulan seperti methylphenidate dan amfetamin, serta obat non-stimulan seperti atomoxetine atau clonidine.
Tidak hanya obat-obatan, metode psikoterapi juga bisa digunakan untuk upaya penanganan pengidap ADHD. Jenis psikoterapi yang dapat digunakan adalah terapi perilaku kognitif, yang bertujuan untuk membantu pasien mengubah pola pikir dan perilaku dalam menghadapi masalah atau situasi tertentu. Sementara itu, terapi psikoedukasi dilakukan agar penderita dapat menemukan strategi yang tepat dalam mengelola gejalanya. Terdapat pula terapi interaksi sosial, yang berfokus pada pembelajaran perilaku sosial yang sesuai dalam berbagai kondisi.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!