
Bahaya BPA yang Harus Diperhatikan
Bisfenol A (BPA) adalah bahan kimia yang sering digunakan dalam produksi berbagai jenis plastik, termasuk galon dan kemasan makanan. Namun, paparan jangka panjang terhadap BPA dapat menyebabkan gangguan kesehatan yang serius, terutama jika kadar BPA melebihi ambang batas aman. BPA dikenal sebagai zat yang bisa mengganggu sistem endokrin tubuh, yang berpotensi memicu berbagai masalah kesehatan seperti gangguan reproduksi, perkembangan otak pada anak, serta peningkatan risiko diabetes dan penyakit jantung.
BPA biasanya terdapat dalam plastik polikarbonat dan resin epoksi. Plastik ini sering digunakan untuk membuat wadah yang digunakan berulang kali, seperti galon air minum. Saat wadah tersebut terkena air dengan suhu tertentu, BPA dapat meluruh dan masuk ke dalam air minum. Proses peluruhan ini bisa terjadi selama distribusi galon dari pabrik hingga tiba di tangan konsumen, terutama jika galon digunakan secara berulang.
Menurut Profesor Mochamad Chalid, ahli polimer dari Universitas Indonesia, pelepasan BPA sangat berpotensi terjadi karena interaksi antara plastik dengan air. Ia menyampaikan hal ini dalam forum “Expert Forum: Urgensi Pelabelan BPA pada Produk Air Minum dalam Kemasan untuk Keamanan Konsumen” di Depok, Jawa Barat. Ia menekankan bahwa penggunaan galon yang tidak terkontrol dapat meningkatkan risiko paparan BPA.
Hasil pemeriksaan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menunjukkan bahwa ada beberapa daerah di Indonesia yang memiliki kadar BPA dalam galon guna ulang melebihi ambang batas aman. Daerah-daerah tersebut antara lain Medan, Bandung, Jakarta, Manado, Banda Aceh, dan Aceh Tengah. Hal ini menunjukkan bahwa masalah BPA bukanlah isu lokal, tetapi menjadi tantangan nasional yang perlu segera ditangani.
Banyak penelitian internasional telah membuktikan bahwa BPA dapat meluruh dari kemasan ke dalam makanan atau minuman. Contohnya, penelitian yang dimuat dalam jurnal Food Additives and Contaminants (2008) menemukan bahwa BPA dapat luruh hingga 4,83 nanogram per sentimeter persegi per jam pada suhu 70 derajat Celcius. Selain itu, studi Harvard yang dipublikasikan di jurnal Environmental Health Perspectives (2009) menunjukkan bahwa penggunaan kemasan polikarbonat selama satu minggu dapat meningkatkan kadar BPA dalam urine hingga 69 persen. Sementara itu, studi di jurnal Chemosphere (2010) mengungkap bahwa migrasi BPA dari botol bayi polikarbonat meningkat signifikan setelah penggunaan berulang.
Di Eropa, European Food Safety Authority (EFSA) telah memperketat ambang batas paparan harian BPA menjadi hanya 0,2 nanogram per kilogram berat badan per hari. Aturan ini jauh lebih ketat dibandingkan standar sebelumnya, yaitu sekitar 20.000 kali lebih ketat. Di Indonesia, BPOM juga telah mewajibkan pelabelan peringatan tentang potensi pelepasan BPA pada kemasan plastik polikarbonat seperti galon guna ulang. Kebijakan ini tercantum dalam Pasal 61A Peraturan BPOM No 6 Tahun 2024.
Pelabelan ini penting dilakukan agar konsumen dapat memahami risiko yang ada dan membuat pilihan yang lebih aman. Dengan semakin banyaknya bukti ilmiah dan standar internasional yang semakin ketat, evaluasi ulang terhadap keamanan kemasan BPA menjadi sangat mendesak. Selain itu, langkah pengawasan dan pencegahan yang lebih ketat diperlukan untuk melindungi kesehatan masyarakat dari paparan BPA berlebihan.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!