
Program Makan Bergizi Gratis di Banyumas Kembali Diperiksa Setelah Kasus Keracunan
Beberapa siswa di Kabupaten Banyumas kembali menjadi sorotan setelah terjadi indikasi keracunan makanan yang melibatkan ratusan anak. Peristiwa ini terjadi di Kecamatan Karanglewas, di mana sebanyak 408 siswa mengalami gejala serupa. Selain itu, di SDN Sudagaran, Kecamatan Banyumas, ditemukan belasan siswa lainnya dengan kondisi yang sama.
Kepala Dinas Kesehatan Banyumas, dr. Dani Esti Novia, menyatakan bahwa semua siswa yang terkena dampak kini sudah membaik dan tidak ada yang dirawat di rumah sakit. Meski demikian, proses investigasi masih berlangsung sambil menunggu hasil uji laboratorium dari makanan yang disediakan oleh dapur SPPG (Sentra Pangan Program Gizi).
"Keracunan di Karanglewas total 408 anak, semuanya sudah sehat dan tidak ada yang dirawat inap. Tapi hasil laboratorium dari provinsi masih kami tunggu," ujar dr. Dani kepada ilmu.online, Senin (29/9/2025).
Selain itu, 12 siswa dari SDN Sudagaran juga mengalami gejala serupa dan menjadi bagian dari investigasi yang sama. Dinas Kesehatan mencatat, dari 64 dapur SPPG yang tersebar di Banyumas, hanya satu yang telah memiliki sertifikat laik sanitasi. Sebanyak 11 lainnya masih dalam proses pengajuan, sementara sisanya belum tersentuh proses sertifikasi.
Koordinasi dengan Badan Gizi Nasional Jadi Sorotan
Masalah koordinasi antarlembaga menjadi isu utama dalam pelaksanaan program MBG. Dinkes menyebut bahwa sejak awal program diluncurkan, komunikasi antara lembaga terkesan minim. "Untuk perizinan, aman-pangan, penjamah makanan, itu tidak ada komunikasi. Baru setelah ada kasus di Gunung Lurah, kami dilibatkan," ujar dr. Dani merujuk pada kasus sebelumnya di Kecamatan Cilongok.
Koordinator MBG Wilayah Banyumas, Luky Ayu, mengatakan dua dapur SPPG yang diduga menjadi sumber makanan dalam kasus keracunan tersebut kini dihentikan sementara. "Betul, dua dapur SPPG kami berhentikan sementara sambil menunggu hasil laboratorium. Itu sudah berdasarkan surat dari pimpinan kami. Setelah hasil keluar, akan kami evaluasi, apakah masalahnya dari internal atau faktor lain," kata Luky.
Pihaknya juga mengakui adanya ketimpangan antara data penerima manfaat dari pusat dengan kondisi nyata di lapangan, menyebabkan beberapa dapur SPPG belum bisa beroperasi optimal. "Saat ini ada lima dapur SPPG yang belum dapat penerima manfaat, masing-masing tiga di Kembaran dan dua di Kemranjen," ungkap Luky.
Kapasitas dan Proses Pembangunan Dapur SPPG
Luky menjelaskan bahwa kapasitas maksimal satu dapur SPPG adalah 3.000 hingga 3.500 porsi per hari dengan maksimal 47 pekerja. Namun, ketidaksesuaian data dan kendala distribusi membuat banyak dapur beroperasi di bawah kapasitas ideal.
Proses pembangunan dapur dilakukan melalui pendaftaran online di situs mitra.bgn.go.id. Setiap pendaftar, biasanya yayasan, harus melengkapi dokumen legalitas, lokasi, hingga sertifikat. "Setelah mendaftar, tidak langsung di-acc. Akan dicek dulu oleh tim verifikator BGN pusat, baru bisa membangun," jelasnya.
Percepatan Proses Sertifikasi Penjamah Makanan
Pihaknya mengakui dinamika data penerima manfaat, terutama untuk ibu hamil, ibu menyusui, dan balita, menjadi tantangan tersendiri dalam pemerataan distribusi makanan. Sebagai respons atas berbagai persoalan tersebut, Luky menyatakan bahwa kini pihaknya mempercepat proses sertifikasi penjamah makanan bekerja sama dengan Dinas Kesehatan Banyumas.
"Setiap Sabtu kami akan adakan sertifikasi. Sebelumnya hanya 2 SPPG per Sabtu, sekarang ditingkatkan jadi 8 hingga 10 SPPG," ujarnya.
Evaluasi dan Tantangan dalam Pelaksanaan Program
Kasus keracunan massal yang melibatkan ratusan siswa ini menambah daftar catatan evaluasi bagi pelaksanaan program MBG di Banyumas. Minimnya koordinasi, belum meratanya sertifikasi dapur, serta mismatch data antara pusat dan daerah dinilai menjadi titik-titik rawan yang harus segera dibenahi.
Pemkab Banyumas berencana membawa semua temuan ini ke tingkat pusat guna memperkuat tata kelola program MBG.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!