
Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan: Tantangan dan Solusi yang Diperlukan
Peningkatan iuran BPJS Kesehatan kembali menjadi topik perbincangan, terutama setelah Presiden Prabowo Subianto memberikan dukungan untuk kenaikan iuran JKN secara bertahap dalam Nota Keuangan RAPBN 2026. Ini menunjukkan bahwa isu ini tidak hanya sekadar wacana, tetapi juga mendapat perhatian serius dari pemerintah.
Ketua Ikatan Ekonom Kesehatan Indonesia, Hasbullah Thabrany, menyatakan bahwa kenaikan iuran memang diperlukan. Menurutnya, tarif bayaran kapitasi dan Indonesian-Case Based Groups (INA-CBGs) yang terakhir kali direvisi pada Januari 2023 sudah tidak lagi mencerminkan realitas ekonomi saat ini. Hal ini membuat biaya layanan kesehatan meningkat, terutama karena nilai tukar rupiah terhadap dolar yang terus mengalami penurunan. Akibatnya, harga obat dan bahan medis yang masih impor semakin mahal, menyebabkan inflasi medis yang tinggi.
“Biaya obat dan bahan-bahan medis yang sebagian besar masih impor sudah sangat mahal. Ini membuat beban bagi rumah sakit semakin berat jika tidak ada kenaikan pembayaran,” ujarnya.
Selain itu, Hasbullah juga menyoroti kondisi Dana Jaminan Sosial (DJS) yang mengalami peningkatan rasio klaim hingga lebih dari 100%. Hal ini menunjukkan bahwa sistem jaminan kesehatan nasional tidak lagi sehat dan membutuhkan penyesuaian.
“Kenaikan iuran harus dilakukan agar JKN tetap sehat. Kita juga memiliki kenaikan pendapatan per kapita sebesar 5% dan PDB yang meningkat, sehingga iuran harus sesuai dengan kondisi ekonomi,” tambahnya.
Hasbullah menyarankan agar iuran BPJS Kesehatan, khususnya untuk peserta mandiri atau PBPU, tidak ditetapkan dalam bentuk nominal tetap. Sebaliknya, iuran sebaiknya disesuaikan dengan besarnya penghasilan peserta. Hal ini akan lebih adil dan dapat menjaga keberlanjutan program.
“Pemenuhan kemampuan masyarakat dalam membayar iuran penting untuk diperhatikan. Presiden juga memahami hal ini, sehingga kenaikan iuran bisa dilakukan dengan baik,” katanya.
Di samping itu, ia juga menekankan perlunya BPJS Kesehatan melakukan perbaikan dalam pelayanan dan kerja sama dengan rumah sakit. Ia menyoroti pentingnya menjaga keadilan dalam hubungan tersebut, terutama dalam hal pemutusan kontrak terhadap rumah sakit swasta.
“Pemutusan kontrak tidak boleh dilakukan secara sepihak atau diskriminatif. Ini bisa berdampak buruk kepada peserta BPJS Kesehatan yang sudah membayar iuran,” ujarnya.
Menurut Hasbullah, perlu ada keseimbangan antara tanggung jawab dan prinsip kehati-hatian dalam pengelolaan BPJS Kesehatan. Namun, tindakan tidak boleh dilakukan secara semena-mena.
Penyesuaian Iuran sebagai Upaya Mitigasi
Dalam Buku II Nota Keuangan RAPBN 2026, pemerintah telah menyertakan rencana penyesuaian iuran BPJS Kesehatan. Hal ini dilakukan sebagai bagian dari analisis risiko fiskal terkait program JKN. Meskipun dana jaminan sosial diperkirakan masih cukup terkendali hingga akhir 2025, terdapat tren penurunan yang perlu diperhatikan.
Salah satu penyebabnya adalah peningkatan rasio klaim pada semester pertama tahun 2025. Untuk mengatasi hal ini, pemerintah menyarankan penyesuaian iuran secara bertahap. Pendekatan ini diharapkan dapat meminimalisir gejolak dan menjaga keberlanjutan program jaminan kesehatan nasional.
“Penyesuaian iuran harus dilakukan dengan mempertimbangkan daya beli masyarakat dan kondisi fiskal pemerintah. Pendekatan bertahap ini penting untuk menjaga stabilitas sistem,” tulis dalam dokumen tersebut.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!